Perbincangan tentang hubungan pemerintahan antara pusat dan daerah
senantiasa selalu menjadi perdebatan panjang dinegara manapun didunia
ini, baik pada negara-negara yang telah maju seperti Amerika Serikat dan
Inggeris apalagi bagi negara yang baru berkembang dan sedang berusaha
mencari bentuk dan bereksprimen tentang bentuk hubungan yang serasi
antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat seperti Republik Indonesia
ini.
Bentuk perdebatan tentang hubungan yang serasi antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah tersebut selalu tidak lepas dari cara-cara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam berbagi wewenang dan
kekuasaan. Dalam literatur tentang pemerintahan sebenarnya hanya dikenal
2 cara yang menghubungkan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, yaitu cara pertama dikenal dengan istilah “sentralisasi”, dimana
segala urusan, tugas, fungsi dan wewenang penyelenggaraan pemerintahan
ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan secara
dekonsentrasi. Cara yang lain adalah dengan “desentralisasi” yang
berkonotasi sebaliknya yaitu urusan, tugas dan wewenang pelaksanan
pemerintahan diserahkan seluas-luasnya kepada daerah.
Permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah tidak jelasnya pilihan
yang dijatuhkan antara sentralisasi atau desentralisasi yang lebih
dominan agar supaya secara konsisten prinsip tersebut dapat diterapkan.
Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya yang menjadi
landasan konstitusional bagi penyelenggaran pemerintahan di daerah juga
tidak memberikan petunjuk jelas azas mana yang dipilih.
Dari hasil pembicaraan para pendiri bangsa dalam sidang-sidang BPUPKI
nampaknya para pendiri bangsa lebih menyerahkan aspek teknis
penyelengaraan pemerintahan ini kepada rezim yang berkuasa, seperti
yang terungkap dalam pidato Soepomo pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei
1945 “Sebagaimana telah diuraikan oleh yang terhormat tuan Moh. Hatta,
serta dalam negara itu soal sentralisasi atau desentralisasi
pemerintahan tergantung dari pada masa, tempat dan soal bersangkutan”
Bercermin dari perkembangan historis tersebut, nampaknya sudah
menjadi tugas setiap pemerintahan baru untuk merancang bentuk-bentuk
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah di Indonesia dan hal ini
tentu saja membawa dampak negatif berubah-ubahnya kebijakan tentang
sentralisasi dan desentralisasi pemerintahan sesuai dengan kemauan
politik dan niat baik pemerintah pusat. Urusan-urusan Pemerintahan yang
diserahkan kepada Pemerintah Daerah dapat diperluas atau dipersempit
tergantung pada perkembangan politik dengan mempertimbangkan kepentingan
nasional dan kebijakan Pemerintah Pusat yang notabene tidak sejalan
dengan makna otonomi yang diharapkan.
Sumber : http://adilesmana.com/?p=61