1. Ketua Forum Redam Korupsi (FORK) – Cabang Jakarta Timur.

2. Koordinator Konsultasi Hukum Bagi Rakyat Tertindas.

3. Ketua Monitoring Untuk Pemerintahan Bersih (MUPB)

Selasa, 01 Oktober 2013

Mencari Hubungan Pusat dan Daerah Yang Ideal

Perbincangan tentang hubungan pemerintahan antara pusat dan daerah senantiasa selalu menjadi perdebatan panjang dinegara manapun didunia ini, baik pada negara-negara yang telah maju seperti Amerika Serikat dan Inggeris apalagi bagi negara yang baru berkembang dan sedang berusaha  mencari bentuk dan bereksprimen tentang bentuk  hubungan yang serasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat seperti Republik Indonesia ini.
Bentuk perdebatan tentang hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersebut selalu tidak lepas dari cara-cara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam berbagi wewenang dan kekuasaan. Dalam literatur tentang pemerintahan sebenarnya hanya dikenal 2 cara yang menghubungkan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yaitu cara pertama dikenal dengan istilah “sentralisasi”, dimana segala urusan, tugas, fungsi dan wewenang penyelenggaraan pemerintahan ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan secara dekonsentrasi. Cara yang lain adalah dengan “desentralisasi” yang berkonotasi sebaliknya yaitu urusan, tugas dan wewenang pelaksanan pemerintahan diserahkan seluas-luasnya kepada daerah.
Permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah tidak jelasnya pilihan yang dijatuhkan antara sentralisasi atau desentralisasi yang lebih dominan agar supaya secara konsisten prinsip tersebut dapat diterapkan. Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya yang menjadi landasan konstitusional bagi penyelenggaran pemerintahan di daerah juga tidak memberikan petunjuk jelas azas mana yang dipilih.
Dari hasil pembicaraan para pendiri bangsa dalam sidang-sidang BPUPKI nampaknya para pendiri bangsa lebih menyerahkan aspek teknis penyelengaraan  pemerintahan ini kepada rezim yang berkuasa, seperti yang terungkap dalam pidato Soepomo pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 “Sebagaimana telah diuraikan oleh yang terhormat tuan Moh. Hatta, serta dalam negara itu soal sentralisasi atau desentralisasi pemerintahan tergantung dari pada masa, tempat dan soal bersangkutan”
Bercermin dari perkembangan historis tersebut, nampaknya sudah menjadi tugas setiap pemerintahan baru untuk merancang bentuk-bentuk hubungan yang serasi antara pusat dan daerah di Indonesia dan hal ini tentu saja membawa dampak negatif berubah-ubahnya kebijakan tentang sentralisasi dan desentralisasi pemerintahan sesuai dengan kemauan politik dan niat baik pemerintah pusat. Urusan-urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah dapat diperluas atau dipersempit tergantung pada perkembangan politik dengan mempertimbangkan kepentingan nasional dan kebijakan Pemerintah Pusat yang notabene tidak sejalan dengan makna otonomi yang diharapkan.