1. Ketua Forum Redam Korupsi (FORK) – Cabang Jakarta Timur.

2. Koordinator Konsultasi Hukum Bagi Rakyat Tertindas.

3. Ketua Monitoring Untuk Pemerintahan Bersih (MUPB)

Jumat, 10 Mei 2013

Pemerintahan yang Bersih: Sebuah Utopia?


Ilustrasi pemerintahan yang bersih
Ketika seorang Umar bin Khattab yang memikul sendiri sekarung makanan untuk seorang janda yang mengkritiknya, ia sesungguhnya telah memperlihatkan bagaimana seorang pemimpin harus bertindak. Tidak akan para bawahannya akan mendengarkan perkataannya bila pemerintahan Umar bin Khattab ini bukan merupakan pemerintahan yang bersih. Ketika rakyatnya kenyang, maka Umar akan menjadi seseorang yang paling akhir merasakan kenyang. Kalau rakyatnya lapar, maka Umar akan menjadi orang yang paling lapar.




Gaya Kepemimpinan yang Bersih

Kepemimpinan yang bersih adalah cermin dari pemerintahan yang bersih. Kebersihan satu pemerintahan itu adalah cita-cita semua rakyat dalam sebuah negara. Pemerintahan yang mampu menunjukkan bahwa mereka adalah kumpulan orang-orang yang bersih, akan mampu memberikan kenyamanan bagi masyarakat yang tinggal di dalamnya. Masalahnya, realisasi untuk mencapai hal tersebut bagai jauh panggang dari api.

Contoh pemerintahan yang bersih itu cukup sulit ditemui pada zaman sekarang. Mengapa sulit? Tidak banyak pemimpin yang tidak gila dunia. Kebanyakan dari para pemimpin itu seolah masuk dalam satu jebakan ide dan logika yang mengatakan bahwa seorang pemimpin itu harus mempunyai uang banyak. Ia harus menjadi seorang dewa penolong bagi para penduduknya. Ia pasti akan merasa malu kalau tidak bisa memberikan apa-apa. Oleh karena itu, ia akan berusaha untuk menjadi kaya. Padahal kalau ia terus terang dengan jumlah pendapatannya, rakyat pasti bisa maklum ketika ia tidak bisa memberikan bantuan secara pribadi dalam jumlah yang besar.

Sebagai gantinya, ia akan berusaha membuat peraturan-peraturan yang berpihak kepada rakyat sehingga rakyatnya menjadi kaya dan sejahtera. Ketika Umar bin Abdul Aziz bertanya kepada para petugas zakat, apakah masih ada rakyatnya yang patut menerima zakat, petugas tersebut menggelengkan kepalanya. Ia mengatakan bahwa semua rakyat yang berada dalam kekuasaan Umar bin Abdul Aziz itu sudah tidak ada yang berhak menerima zakat karena memang mereka telah menjadi pemberi zakat. Kekayaan mereka telah berlimpah. Malahan yang paling tepat menerima zakat adalah sang raja sendiri. Pasti satu kepuasan tersendiri bagi seorang pemimpin ketika diakhri kepemimpinannya, semua rakyat menjadi sejahtera tak kekurangan apapun. Itu tandanya keberkahan kepemimpinan yang bersih itu terbayarkan.

Pada zaman perjuangan meraih kehidupan yang lebih baik, Indonesia pernah mempunyai beberapa pemimpin yang terkenal bersih. Di antaranya adalah Muhammad Hatta. Laki-laki yang pernah mengenyam pendidikan di Belanda ini mengundurkan diri dari jabatannya sebagai wakil presiden ketika ia melihat bahwa arah perjuangan telah berubah. Ia yang sangat sederhana itu begitu menikmati kesederhanaannya. Saking sederhananya, seorang Muhammad Hatta bahkan tidak mampu membeli sebuah sepatu impor, bally, yang sangat terkenal itu. Hingga akhir hayatnya, Muhammad Hatta tetap teguh dengan prinsipnya bahwa hidup ini memang tak harus menjadi seorang penumpuk harta.

Selain Muhammad Hatta, ada Haji Agus Salim. Laki-laki sangat cerdas ini menguasai 9 bahasa dunia. Ia sangat tegas dalam hal prinsip yang harus dipegang dalam hidup. Keberkahan hidup juah lebih penting dibandingkan dengan harta yang hanya akan menghambat masuk surga. Kehidupannya yang sederhana bahkan samapai menarik perhatian orang banyak. Orang-orang merasa heran bagaimana seseorang yang sangat cerdas tidak mampu membuat dirinya kaya. Kehidupannya yang sangat sederhana itu menjadi satu contoh betapa menjadi seorang pemimpin yang bersih itu tidak mudah. Sama dengan kenyataannya bahwa tidak mudah menemukan orang yang mau miskin demi cita-cita dan idealismenya yang kuat.


Penyebab Pemerintahan yang Tidak Bersih

Ada beberapa keadaan yang menyebabkan mengapa pemerintahan ini tidak bisa bersih. Beberapa hal itu telah sangat dikenal oleh orang-orang yang akrab dengan dunia pemerintahan. Hal yang paling banyak dijadikan kambing hitam dari terbentuknya pemerintahan yang tidak bersih adalah bahwa para pemimpin sekarang ini banyak berasal dan dibesarkan sistem yang tidak bersih juga. Sulit mendapatkan orang yang bersih dari pemandian dengan air yang kotor. Kalaupun ia bersih, itu artinya ia telah membersihkan diri dari air yang kotor tersebut.

    *Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme*

Meskipun KKN adalah problem klasik, faktanya tiga hal ini benar-benar mampu menggoyahkan sebuah negara. Seseorang yang korupsi, artinya menambah daftar panjang penggembosan uang negara. Jika orang ini diadili, ia tidak akan tinggal diam; ia akan berkoar untuk menggiring “rekan-rekannya” agar senasib dengannya. Seseorang yang terbiasa main kotor, tak akan mau terjerumus sendiri. Beda dengan orang yang biasa main bersih. Ketika ia harus membela keadilan, ia berani menyimpan informasi yang tidak boleh diketahui oleh orang-orang sembarangan. Prinsip dan karakternya pasti kuat. Ia tak mudah goyah dengan uang yang hanya berjumlah tidak lebih dari puluhan juta rupiah.

Pemimpin yang berkarakter inikah yang belum ada atau pun masih sangat sedikit. Para petinggi yang korup pasti akan mengorbankan bawahannya demi menutupi jejak dan pihak yang di bawah akan menggencet staf di bawahnya pula. Artinya, kalau korupsi ditumpas, berarti hampir seluruh pejabat yang menangani departemen tertentu atau BUMN tertentu, akan terjerat. Artinya, harus ada pencopotan seluruh pejabat. Pembersihan ini akan percuma kalau tidak ada komitmen yang sangat kuat bagi semua jajaran pejabat yang bersangkutan. Apa yang dilakukan oleh PT Pusri
dengan mengumumkan bahwa semua pejabat dijajaran manajemen PT Pusri dilarang menerima apapun dalam bentuk apapun demi menjadi kebijasanaan dan kepemimpinan yang bersih.

Begitu pula dengan kolusi dan nepotisme. Sudah bukan hal rahasia lagi jika di negara kita, sebuah perusahaan induk akan mengirimkan uang sebagai modal beberapa partai politik ketika tiba masa pemilu. Tujuannya, jika salah satu partai menang, partai tersebut akan terikat pada perusahaan tadi. Membalas jasanya dengan memberikan deal-deal ekonomi demi kemajuan perusahaan tadi selama partai berkuasa, misalnya deal pembukaan hutan untuk lahan kelapa sawit, pemenangan tender dalam jumlah yang besar,  dan seterusnya.

Jika partai berkuasa tidak menjamin hal ini atau mengkhianati janji di tengah jalan, perusahaan induk tersebut sudah memiliki kartu /truf// /dengan membongkar kerjasama illegal perusahaan tadi dan partai berkuasa selama pemilu. Biasanya, perusahaan induk ini memecah dananya ke dalam perusahaan-perusahaan anak mereka atau kalau tidak mengganti sumbangan dana dengan diatasnamakan pada perseorangan. Jumlah aslinya pasti melebihi jumlah maksimal dana yang berhak diberikan (misalnya 5 miliar). Dengan demikian, tidak akan ada pemilu yang sah dan tidak ada presiden atau DPR yang sah karena semuanya berbuat curang.

Kecurangan semua orang yang ada dalam satu pemerintahan yang diharapkan bisa memberikan cahaya pemerintahan yang bersih menjadi satu mimpi yang mungkin tak akan pernah terwujud. Selalu saja ada rasa kurang percaya diri kalau tidak melakukan kolusi atau korupsi. Mereka sangat takut menjadi miskin. Mereka mengira bahwa kalau miskin, tidak akan dihormati oleh orang lagi. Padahal kehormatan itu bukan sesuatu yang diraih dengan uang. Apalagi kalau uang itu bukan uang halal. Kehormatan itu didapatkan dari keberkahan hidup yang ingin diraih. Menjadi bersih walaupun harus miskin hingga mati akan mendatangkan kehormatan dan penghargaan tersendiri dari orang lain.


*Mental Menimpakan Kesalahan*

Orang boleh saja berkoar bahwa negara kita sangat kental dengan budaya ketimuran yang penuh ramah-tamah dan sopan santun. Tapi, budaya ini hanya ada di titik luar saja. Di titik dalam, semua orang cenderung tega menjatuhkan orang lain demi citra diri atau menimpakan kesalahan pada orang lain. Hal ini sangat berbahaya dalam pemerintahan. Semua orang seakan bangga dan sangat senang kalau ada lawannya yang terjebak dalam permainan mereka. Kesedihan dan kejatuhan orang itu seolah menjadi bagian dari kebahagiaan dan kesenangan tersendiri. Bangsa ini berpoles keindahan luar, tetapi menanam nanah kebobrokan dari dalam.

Misalnya, klaim keberhasilan akan dilakukan oleh semua pihak yang berpartisipasi, entah presiden atau menteri. Tapi, jika dibalik, jika ada kegagalan, presiden akan menyalahkan menteri dan menteri akan menyalahkan bawahannya. Dengan demikian, tanggung-jawab bisa dihilangkan. Kalau tanggung-jawab saja sudah dipermainkan, tentu semua hal juga bisa dimainkan. Lagi-lagi, pemerintahan yang bersih hanyalah utopia, yang terus diharapkan, tapi entah kapan bisa datang. Menantikan seorang pemimpin yang berani hidup miskin demi prinsip yang ia pegang seperti sebuah mimpi tanpa ujung. Semoga negeri ini akan dilimpahi para pemimpin yang adik dan bersih kelak.

Sumber : http://www.anneahira.com/pemerintahan-yang-bersih.htm